Jumat, 10 Desember 2010

CHAPTER 12: JASON’S TURN

Kami muncul di rumah lagi.

Gyle hanya memandangi kami dengan tatap datar, aku dan Daphne, sementara semua orang
tampak waspada di sekitar kami bertiga.

“Jason, Daphne,” panggil Theo waswas.

“Kami tak apa-apa,” kata Daphne.

Tak ada yang bicara. Akhirnya, aku berpaling pada Laurel.

“Kenapa kau mengambil Keping Waktu dari tubuh Daph?”

Laurel tampa heran sekalius agak panik. “Karena – karena itu memang harus diambil.
Supaya Gyle tidak terus-terusan berusaha mengambinya!”

“Apa itu memang tujuannya?” tanya Daphne tajam. Tepat sasaran.

Laurel membua mulut untuk bicara, tapi lalu menutupnya lagi. Seulas senyum tampak di
bibirnya.

“Sepertinya Gyle sudah membongkar rahasiaku, ya?” tanyanya. “Well, memang tak ada
gunanya berusaha menyembunyikannya terus menerus. Ya, aku mengumpulkan semua Keping
Waktu untuk menguasai waktu. Lalu kenapa? Tak ada bedanya.”

James terperangah. “Laurel!”

“Kau kaget kenapa aku membingkar rahasia kita?” tanya Laurel datar. “Apa bedanya?
Toh mereka semua juga pasti akan tahu.”

“Kau – “

Laurel tersenyum lebut pada James. “James, kau tahu apa yang bisa kulakukan padamu.”

James terdiam, tampak ketakutan. Aku merasa heran. Kenapa?

“Jadi, Laurel…” kata Gyle, “kau sudah mencuri kemampuan James?”

“Satu kemampuannya untuk menguatkan kemampuanku sendiri,” jawab Laurel.

“Pencuri, hm?” tanya Gyle lagi. “Hebat.”

“Kemampuanmupun sama,” kata Laurel padanya.

“Hah?”

“Kemampuan untuk mencuri?”

“Bagaimana bisa ada tiga – tidak, empat bersama Argus – orang yang punya satu
kemampuan yang sama? Walaupun memang kemampuan James sudah diambil.”

“Keluarga kami punya satu kemampaun yang diwariskan secara turun-temurun,” jelas
Laurel. “Sebagai pencuri kemampuan. Biasanya satu anak dalam keluarga kami lahir
dengan dua kemampaun, yaitu kemampua sebagai pencuri dan satu kemampuan lain yang
bisa apa saja.”

“Dan padamu adalah sebagai pencuri dan penatap masa depan,” kataku. “Bila kemampuan-
kemampuan yang sudah kaucuri tidak dihitung.”

“Tajam seperti biasanya, Jason,” kata Laurel dengan senyum manis. “Benar.
Kemampuanku kini ada banyak. Karena aku sudah banyak mencuri.”

“Dasar! Apa kau tidak pernah belajar agama? Mencuri itu dilarang!” omel Daphne kesal.

“Aku tak peduli, Daph,” kata Laurel, tersenyum manis. “Dan karena rahasiaku telah
terbongkar, tak ada gunanya lagi ada di sini. Toh apa yang kuinginkan sudah
kudapatkan. Karena itu aku akan pergi. Tapi sebelum itu…”

Mendadak Laurel melesat dan menjambak rambut pendek Calypso. Calypso memekik kaget.

“Kelli!” seruku kaget.

“Kuambil kemampuanmu!” seru Laurel di saat bersamaan.

Calypso terjatuh. Ia terengah. “Kenapa – “

Laurel tersenyum kejam padanya. “Kini kemampuanmu adalah milikku manis. Relakanlah.”

Calypso mendesis galak seperti kucing marah padanya. “Kaupikir aku bisa
menyerahkannya begitu saja padamu?!”

“Calypso, stop!” seru Daphne. “Percuma saja menyerangnya tanpa kemampuanmu!”

Calypso tampaknya menyadari kebenaran kata-kata Daphne karena ia membuang muka
dengan marah.

“Dan karena aku masih ada di sini…” Laurel menatap Theo dan Ares.

Menyadari apa yang dilakukan Laurel, Daphne segera memekik. “Hentikan! Theo! Ares!
Jangan tatap matanya!”

Terlambat. Aku sudah menyadari apa maksud Daphne. Aku menghindari kontak mata dengan
Laurel. Tapi Theo dan Ares tak menyadari apa bahaya di balik tatapan mata Laurel
yang sebenarnya kini menggunakan kemampuan Calypso sebagai seorang penghipnotis.

“Aku menginginkan kalian berdua sebagai pelindungku dan James,” kata Laurel,
suaranya terdengar berwibawa dan kuat. “Laksanakanlah apa perintahku, lakukan apa
yang kuingin kalian lakukan.”

Theo dan Ares melangkah ke arah Laurel.

“Theo!!!” pekik Thalia panik.

“Ares! Theo! Stop!” seru Erato. “Kemari kau! Bukan – kemari kalian!!!”

“Laurel, hentikan!” teriak Daphne.

“James, kenapa kau hanya diam?!” jerit Calypso. “Hentikan adikmu!”

James hanya menatap Calypso dengan pandang putus asa. Seketika aku menyadari, James
terjepit. Kemampuannya kini hanya sebagai pengelana waktu. Tak ada kemampuan lain.
ia tidak bisa melawan adiknya sendiri karena kemampuannya sebagai pencuri sudah
diambil. Tak ada yang bisa dilakukannya.

“James…”

Mendadak Thalia menjerit. “Theo!!! THEO!!!”

Aku menatap Theo dan Ares dengan kaget. Apa lagi sekarang? Jangan katakan kalau
Laurel…

Oh tidak. Laurel mulai mengendalikan Theo.

Dan sialnya, sasarannya Thalia.

Api bergulung-gulung hendak menyerang Thalia. Aku memaki kesal dan melesat,
mengambil sendok di lantai dengan kesal. Dengan sekali ayun, sendok itu berubah
menjadi perisai. Aku segera meosisikan diri di depan Thalia, melindunginya. Api
menghantam perisaiku.

“Jason!” seru Thalia penuh rasa terima kasih.

“Diamlah!” seruku. “Cepat pergi ke Gyle! Dia bukanlah pihak yang jahat. Dia akan
melindungimu!”

Thalia mengangguk tanda mengerti. Ia berlari ke arah Gyle. Serangan api itu terhenti
tepat saat Thalia pergi. Aku menurunkan perisaiku.

“Theo!” seruku. “Ares! Sadar! Jangan biarkan Laurel mengendalikan kalian! Bangun!”

“Kenapa dunia ini selalu terasa segelap ini…?” kata Daphne, dengan bodoh dan tak
tepat waktunya malah berdeklamasi. “Kenapa tak ada terang? Kalian harus sadar!
Kalian akan sadar… whoa!”

Daphne tak sempat menambahkan keterangan waktu secara spesifik, kapan mereka akan
tersadar. Ujung pedang Ares sudah ada di bawah dagunya, siap merobek tenggorokannya
kalau ia mau bicara lagi.

“Daph!” aku berlari ke arah Daphne. Tapi seketika itu juga gempa melanda tanah di
bawahku, membuatku kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Sialnya, Theo dalam kendali
Laurel hanya membuat gempa di bawah kakiku saja, dan bukan di bawah kaki semua
orang. Ini membuatku ingin memakinya keras-keras, tapi sayangnya itu percuma. Buat
apa memaki orang yang ada dalam pengaruh hipnotis? Toh yang diajak bicara juga tak
akan mengingatnya.

“Aku tak mau terlalu banyak bermain-main,” kata Laurel. “James, ayo kita pergi.
Theo, Ares, ikuti aku.”

James, dengan wajah putus asa, menatapku seakan ia memohon pertolongan. Pikirannya
dengan jelas mencapai kepalaku.

Tolong.
Aku tak mau adikku menguasai waktu.
Tolong hentikan dia.
Aku tak bisa melakukan apapun.
Tolong, Jason.
Aku tahu kau bisa mendengarku!

Aku menarik nafas tertahan. James tak mau adiknya jadi seperti ini. Ini murni
kejahatan Laurel sendiri. Dia harus dihentikan. Tapi bagaimana?

Theo berbalik dan melangkah ke arah Laurel setelah Ares memegang lengannya, seakan
pengaruh yang mencengkeram Theo tak sekuat Ares. Begitu ia melangkah, Thalia menarik
nafas tertahan dan melesat berlari, memeluk lengan Theo, seakan ingin menahannya
untuk tetap berada di sisinya.

“Jangan…” bisiknya setengah terisak.

Belum sempat ia menyelesaikan kata-katanya, Theo menepis Thalia. Thalia terbanting,
menjerit kesakitan. Ia menatap Theo dengan tatap sedih, walau hanya dibalas dengan
tatap dingin tanpa ekspresi. Theo berbalik dan kembali melangkah ke arah Laurel.
Mereka segera memudar dan menghilang.

Sebelum esensi mereka seluruhnya menghilang dari ruangan ini, Thalia menjerit keras.

“THEO!!!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar