Rabu, 29 Desember 2010

CHAPTER 15: DAPHNE’S TURN

“Jadi, kalian datang ke sini,” kata Laurel. “Tak kusanga kalian berhasil menemukanku. Tapi kurasa itu karena Apollo dan Artemis, bukan? Cara licik.”

“Apa bedanya denganmu?” sergahku. “Kau sendiri mencuri kemampuanku saat dalam mimpi.
Mana bisa aku mengetahuinya.”

“Rupanya kau sudah menyadarinya?” tanya Laurel. “Sedikit terlambat, sebetulnya.
Tapi, yah, sudahlah. Sekarang, berhubung kalian semua sudah ada di sini, bisa kita
mulai permainannya?”

Sebelum ada yang sempat bersuara untuk menyahutnya, bumi berguncang dan Ares dan
Theo memulai invasi mereka. James tak terlihat di manapun. Dasar pengecut.

Ares menerjang dengan cepat, berusaha menggorok leherku. Aku menghindar ke samping
dengan cepat, lalu Jason muncul dengan tongkat panjang – toya – miliknya yang masih
bercahaya memanjang dengan cepat, muncul satu ujung runcing di depannya, dan ia
segera menahan serangan Ares.

“Kenapa kau mau saja diperalat Laurel?!” seru Jason, terdengar kesal. “Sadar!”

Sementara itu, Theo mulai melancarkan serangan pada Calypso. Calypso menjerit keras.

“Serangan kalian tak akan pernah melukai kami, selamanya!” seruku keras. Lalu, entah
bagaimana, serangan Theo mengubah arah haluannya, membengkok dan menyerang sisi gua.

Laurel menayapku kesal. “Seharusnya kemampuanmu yang kuambil memang yang satu itu.”

Aku menatapnya menantang. “Kalau begitu ambil saja kalau berani. Cepat. Dan aku akan
memecahkan kepalamu di dinding gua ini.”

Laurel mengangkat alisnya. “Oke.”

Ia melompat dari tempatnya di atas, siap memburuku. Tapi sebelum ia mendarat, Argus
menyambar tubuhnya dan memitingnya, kemudian, dengan satu tangan di atas kepalanya,
berteriak,

“Kuambil semua kemampuan yang sudah kaucuri dan kukembalikan pada mereka yang memilikinya!”

Laurel menjerit keras karena marah dan kesakitan, sementara tubuhnya menguarkan
cahaya terang dan energi mengerikan yang melemparkan Argus jauh ke belakang. Ia
menghantam dinding gua dan berteriak kesakitan.

Cahaya yang menguar dari tubuh Laurel itu terbagi-bagi, meluncur padaku, pada
Calypso, dan pada James. Seketika aku merasa kuat, lengkap, tak terkalahkan. Aku
menyadari kalau kemampuanku sudah kembali.

Laurel, yang sudah kembali normal, tampak berantakan. Nafasnya terengah dan
rambutnya acak-acakan, terurai lepas dan menutupi wajahnya. Ia menatap Argus yang
mengerang keras sambil mengusap kepalanya yang terbentur dinding gua.

“Kau…” katanya penuh emosi, matanya berkilat-kilat mengerikan. “Kau! Kau
menghancurkan rencanaku! Kau sudah menghancurkan segalanya! Aku akan membunuhmu!”

Laurel mengambil belati kecil dari balik jaketnya dan secepat kilat belati iu
berubah menjadi pedang panjang. Aku terkesiap.

“Jadi dia Pengguna Senjata?!” kataku kaget.

“Bukan!” jawab Gyle. “Itu kemampuan curiannya! Tapi karena sudah terlalu lama ada di
dalam tubuhnya, kemampuan itu mnyatu dengan dirinya sehingga itu menjadi
kemampuannya sendiri!”

“Sama saja! Itu sudah jadi kemampuannya sekarang!”

Laurel menerjang Argus. Argus berusaha kabur, tapi aku tahu itu percuma. Dia tak
akan berhasil melakukannya. Sepertinya ia juga menyadarinya karena dia lalu
memejamkan mata rapat dan merelakan nyawa.

Terdengar suara keras pedang beradu, dan Jason yang selama ini tak kusadari
keberadaannya mendadak sudah berdiri di depan Argus dengan pedang di tangannya,
menangkis serangan Laurel. Laurel melompat mundur dengan marah dan memasang
kuda-kuda bertarung. Jason membuang pedang yang segera berubah menjadi pisau roti,
jelas milik Ares. Ia mengeluarkan tongkat pendeknya dan mengubahnya menjadi tombak
panjang.

Omong-omong soal Ares… di mana dia dan Theo? Aku celingukan mencari kedua orang yang
sampai beberapa saat lalu dan menemukan mereka berbaring tak sadarkan diri di sisi
lain gua, dikelilingi Gyle, Artemis, Apollo, Calypso, Erato dan Thalia. Berhubung
kemampuan curian Laurel sudah dikembalikan pada pemilik aslinya, koneksi untuk
menguasai yang dihipnotispun terputus. Saat menghampiri mereka, aku menyadari kalau
keduanya mengalami uka memar yang cukup parah di sekujur tubuh mereka. Kurasa itu
karena toya Jason. Thalia sedang berusaha menyembuhkan mereka.

“Bagaimana?” tanyaku pada Thalia.

“Mereka terluka cukup parah karena Jason, tapi akan membaik,” jawabnya. Ia
mengembuskan nafas kuat-kuat. “Begitu mereka sadar nanti mungkin mereka masih akan
merasakan sakitnya. Dam kalau mereka menyadari itu hasil kerja Jason, aku yakin
mereka tak akan diam saja. Minimal dia akan dipukuli.”

Aku mengangkat bahu. “Mau bagaimana lagi? Dalam keadaan terhipnotis, mereka mencoba
untuk membunuh Jason. Tadi kulihat dia juga mendapat cukup banyak luka gores dan
beberapa luka bakar.”

Thalia tersenyum. “Berarti mereka impas.”

Mendadak Calypso menegakkan diri. “Tunggu. Laurel sedang bertarung, bukan?”

“Ya, kenapa?” tanya Gyle heran.

“Berarti Kepingan Waktu tidak ada yang menjaga?”

Aku ternganga. “Calypso, keu jenius. Ayo, sekarang kita ambil jam pasir Laurel itu.”

“Aku tidak bisa mengizinkan kalian melakukannya.”

Kami semua menoleh. James berdiri di sana, memandangi pertarungan Laurel dan Jason,
sementara di kakinya tergeletak Argus yang, sama seperti Ares dan Theo, tergeletak
tak sadaran diri. Darah mengalir di pelipisnya dan ada bekas memar di sana. Jelas
dia dipukul sampai pingsan.

Thalia, Penyembuh, secara naluriah segera bergerak untuk mengobati luka Argus, tapi
aku menariknya agar dia tak ke sana. Begitu pula Erato. Ada sesuatu pada diri James
yang mencurigakan. Aneh. Seakan dia tak rela kalau Kepingan Waktu diambil dari
Laurel.

“James, kenapa?” tanyaku waswas.

Mendadak Gyle menegakkan tubuhnya. “Jangan katakan kalau…”

James tersenyum. “Sayangnya, ya. Aku telah mengendalikan Laurel selama ini. Bukan
seperti cara Calypso, tapi aku bisa memanfaatkan psikologisnya. Ketakutannya kalau
Kepingan Waktu akan dicuri, kalau waktu dikacaukan…” ia mendesah. “Anak baik, Laurel
itu. Tapi ketakutannya membuatnya paranoid dan mendorongnya untuk menjadi seperti
ini.”

Artemis dan Apollo terkesiap bersamaan. “James, kau…”

“Sadar juga akhirnya,” sindir James. “Ya. Aku sudah mencuri kemampuan seseorang
untuk memanipulasi memori dan pikiran orang lain. Aku menggunakannya pada Laurel.
Dia sudah tahu kalau aku ingin menggunakan Kepigan Waktu untuk menguasai waktu.
Sebagai seorang Penjaga, sudah menjadi tugasnya untuk melindungi semua Kepingan
Waktu. Dia megirimkan Kepingan Masa Depan pada Daphne, menyimpan Keping Masa Kini
dalam jam pasirnya, dan mengirim Kepingan Masa Lalu ke orangtua kami saat mereka
masih muda. Aku merasa kesal dan memanipulasi pikirannya. Ia segera membawa Kepingan
Masa lalu kembali, sesuai harapanku. Itu mudah karena orangtua kami saat masih muda
memang tidak mengharapkan untuk menyimpan Kepingan Masa Lalu itu. Tapi Kepingan Masa
Depan lebih sulit karena Daphne sendiri bahkan tidak menyadari kalau ia membawanya.
Laurel cukup pintar untuk bisa mengamankannya pada pecahannya sendiri, tapi sayang
dia tak punya kekebalan. Kalau punya semua kejadian ini mungkin tak akan terjadi.”

“James, kau gila!” seru Calypso tiba-tiba. “Buat apa kau mau menguasai waktu? Itu
melanggar tabu! Tak ada seorang manusiapun yang sepantasnya menguasai waktu!”

“Untuk apa?” tanya James sambil menatap Calypso tajam. “Untuk mengubah sejarah.
Untuk menyudahi kutukan Pencuri Kemampuan pada keluarga kami.”

Aku menatap Gyle dengan bingung. “Orang gila itu bicara apa?”

Gyle mendesah. “Kemampuan turun-temurun keluarga kami untuk mencuri kemampuan orang
lain berasal dari kutukan. Itulah apa yang dimaksud olehnya. James, aku tahu kau
merasa kesal. Tapi ketahuilah, tak ada gunanya kau mengubah sejarah. Apa yang sudah
digariskan akan tetap tergaris. Kalaupun keluarga kita tidak terlahir dengan bakat
itu sebagai kutukan dari leluhur kita yang berasal dari darah itu, kita akan
mendapatkannya dari darah lain. Selain itu, kau hanya menggali lubang kubur sendiri.
Kau harus tahu kalau waktu punya efek domino. Kalau kau mengubah sejarah, segalanya
aan berubah. Bahkan mungkin kau tak akan lahir, James. Sadarkah kau?”

“Aku sadar, tapi tak peduli,” jawab James. “Kau tahu, aku hampir berhasil dulu.
Laurel berhasil kubodohi. Sialnya, dia lalu mencuri kemampuanku sebagai pencuri yang
membuatku tak bisa membela diri kalau nantinya dia menyerangku. Dia mengancamku.
Kalau dia tidak melakukannya segalanya akan menjadi jauh lebih mudah.”

Aku mendengus. Malah bagus dia mencuri kemampuanmu. Kau tak akan mengacau. Kuakui
kau adalah aktor yang menakjubkan, James. Kau berhasil menipu kami semua. Bahkan
Jason yang pintar sekalipun. Tapi sayangnya ini sudah bukan waktu untuk bermain-main
lagi. Aku tak akan membiarkanmu mencapai jam pasir Laurel.”

“Tapi aku akan mengambilnya lebih dulu.,”

Aku menaikkan sebelah alis. Aku menggunakan kemampuanku saat mengatakan, “Sayangnya
aku akan ke sana dan mendapatkan jam pasir itu lebih dulu darimu, dan aku tak akan
pernah memberikannya padamu.”

“Kau mau mencobanya?”

Aku tersenyum tipis dan segera melesat berlari sesaat sebelum James mengejarku.
Berkali-kali aku hampir jatuh saat James berhasil menjambak rambutku. Tapi sama
seperti ramalanku, pada akhirnya aku mencapai jam pasir itu lebih dulu.

Saat jemariku menyentuh jam pasir itu, kesakitan mendera tubuhku. Seperti ditusuki
ribuan jarum, sama seperti rasa sakit yang diakibatkan Kepingan Masa Depan padaku,
tapi diperkuat tiga kali lipat. Aku menjerit keras saat merasakannya, tapi segera
menutup mulutku dan menaha rasa sakitnya. Aku terengah dan memeluk jam pasir itu
erat. Aku bisa merasakan kalau waktu di dalamnya memberontak. Mungkin karena aku
bukanlah seseorang dengan darah Penjaga Waktu, tapi aku tetap menahan diri. Aku
mulai merasa ada sesuatu yang lain pada jam pasir itu… sesuatu yang hidup.

James menangkapku. Aku menjerit. Kemudian, saat ia mulai mencoba untuk merebut jam
pasir itu dari tanganku, ada sesuatu yang makin aneh terjadi…

BOOM!!!!!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar