Jumat, 09 Desember 2011

Terra de la Catala: prologue & chapter 1

Prologue

“Kau! Kau telah menipuku!”
“Tidak! Kumohon, percayalah padaku. Aku berkata jujur padamu!”
“Kau pikir aku akan mempercayaimu?! Enyah dari hadapanku! Kau harus merasakan akibat dari perbuatanmu! Kukutuk kau! Mulai sekarang, kau dan keturunanmu tak akan pernah mendapatkan hidup tenang. Tiap bulan mati, seperti malam ini, kau dan keturunanmu akan menjadi makhluk yang tak bisa disebut hidup! Kau akan terjebak di antara dunia kehidupan dan kematian. Tubuhmu tak akan sepenuhnya padat, namun tak juga sepenuhnya menghilang. Kau akan berubah menjadi hantu! Satu-satunya cara untuk membuatmu kembali normal adalah dengan kembali ke tempat ini dan menunjukkan di mana benda itu sebenarnya berada padaku!”
“Tidak! Hentikan! Jangan!!!”
“Rasakanlah hukumanmu, perempuan!”
“Kalau kau mengutukku menjadi seperti ini, kau juga harus merasakan kutukanku! Saat aku berubah menjadi sosok nista yang nyaris tak dapat disentuh ini, kau akan berubah! Kau dan keturunanmu akan berubah menjadi sesosok manusia lumpur! Selamanya kita akan terus saling memburu, tanpa ada yang bisa menang! Kau dan aku akan menderita bersama! Bila kau ingin kembali normal, kau harus memberikan padaku apa yang paling kuinginkan: cincin pusaka keluargamu itu!”
“AAAAA!!!”


Chapter 1

“AAAAA!”
“Tahan! Proses ini memang menyakitkan, tapi ini hanya menyakitkan saat kau berubah! Saat kau menjadi sosok itu dan saat kau kembali normal, tak akan ada rasa sakit yang kaurasakan!”
“Sakit! Sakit! Sakit! Aaakh!”
Aku terengah, menahan sakit yang mendera tubuhku. Aku menatap tanganku dan terisak. Aku sudah berubah. aku tak lagi padat. Aku telah menjadi hantu.
Rasa sakit itu kini telah menghilang, tapi aku tetap terisak.
“Kenapa kita harus berubah menjadi seperti ini tiap bulan mati?” tanyaku. “Kenapa kita tak bisa hidup normal layaknya manusia biasa?”
“Oh, Shira,” kata Naira, kakakku sedih. Ia berusaha merangkulku, tapi tubuh kami berdua sudah tidak lagi padat. Tangannya menembus bahuku, dan kami berdua bergidik. Rasanya seperti tubuhmu dilewati sesuatu; kemasukan angin yang langsung keluar lagi atau apa. rasanya sama sekali tak enak, kau akan membenci sensasi itu.
“Kenapa, Naira?” tanyaku. “Kenapa kita harus berubah?”
“Kau tahu mengapa, Shira,” kata Naira. “Kau tahu bagaimana buyut kita melakukan kesalahan dan dikutuk.”
Aku mendengus – kalau hantu bisa mendengus. “Ya, benar,” kataku. “Si bodoh Chiarra Spirit.”
“Shira!” tegur Naira. “Jangan bicara begitu. Kita adalah darah daging dari Chiarra Spirit sendiri. Kita adalah keturunannya!”
“Aku tahu,” kataku. “Tapi kutukan ini begitu menggangguku. Aku tak bisa melakukan apa yang kulakukan. Aku tak bisa melakukan sesuatu yang selama ini kusenangi. Aku bukan manusia; aku hantu!”
“Tapi saat kau kembali normal – “
“Bahkan saat aku kembali normal, ada saat-saat di mana aku bisa berubah menjadi hantu, Naira. Aku tak pernah normal. Kita tak pernah normal. Tak akan pernah.”
Naira mendesah, menyadari bahwa kata-kataku benar.
Ya, benar. Keluargaku bukanlah keluarga biasa; kami setengah manusia, setengah hantu. Tahu konsep manusia serigala? Keluarga kami, Spirit, mirip seperti itu. Kami berubah menjadi hantu tiap sebulan sekali, saat siklus bulan mati, berkebalikan dengan manusia serigala yang berubah menjadi serigala tiap bulan purnama penuh. Dan leluhur kami, Chiarra Spirit, yang pertama dikutuk seperti ini, mengutuk keluarga Mudparson. Mengutuk mereka menjadi manusia lumpur tiap siklus bulan mati. Keluarga kami akan selalu bermusuhan karena masalah ini, setidaknya sampai kutukan ini tercabut. Tapi untuk itu kedua keluarga ini harus bekerja sama.
Seorang perempuan keluarga Spirit harus membimbing seorang laki-laki keluarga Mudparson saat mereka berubah menjadi sosok yang paling mereka benci, dan mencari benda yang konon dicari oleh Chiarra Spirit dan leluhur keluarga Mudparson, Paolo. Di mana tepatnya, tak ada yang tahu. Nah, bagaimana seseorang bisa mencari sesuatu yang tempatnya di mana saja dia tak tahu? Dan bagaimana tepatnya seseorang harus mencari harta bersama  orang yang berasal dari keluarga yang merupakan musuh bebuyutan keluarganya sendiri?
Aku benci kehidupanku.
Aku benci situasiku.
Dan yang paling utama, aku benci kutukan ini!

*

Ada satu lagi akibat dari kutukanku ini. Aku tak bisa berteman dengan benar-benar dekat dengan orang lain kecuali orang yang mengetahui tentang kutukanku. Hasilnya, aku bahkan tak bisa menghafal nama panggilan teman-teman sekelasku sendiri. Aku hanya tahu anma keluarga mereka. Yang aku tahu nama lengkapnya paling hanya beberapa anak, itupun karena mereka satu-satunya yang mau mengajakku bicara. Yang lain menganggapku terlalu aneh atau tertutup atau sok untuk dijadikan teman. Yang benar saja. Memang aku mau jadi seperti ini? Kalau mereka ada di posisiku, mereka juga pasti akan melakukan hal yang sama.
Yang aku hafal namanya, Sienna Martinez, Mia Rodriguez, Marie Campbell, Jasminia Walker, dan Hellen Morris. Itu yang perempuan. Yang laki-laki, Hugo Bailey, Morgan Gray, dan Elias Delaney. Padahal sekelas ada sekitar tiga puluh lima sampai empat puluh anak. Parah.
Yang lain paling hanya aku tahu nama keluarganya. Smith, Slater, Whitfield, Lancaster, Clements, Donovan, MacPerson, … siapa lagi, ya? Entahlah. Aku benar-benar tidak punya teman. Kurasa mereka menganggapku anak yang anti-sosial.
Mia mendatangiku dan tersenyum padaku. Aku menatapnya dengan tatap bertanya.
“Lihat dia,” kata Mia, menunjuk seorang pemuda. Ia sedang duduk dan berbicara dengan Morgan. “Anak baru. Ganteng, ya.”
“Lalu?”
“Kau tak mau tahu siapa namanya?”
“Jadi, siapa namanya?”
Mia tersenyum lebar. “Enzo Mudparson.”
Aku menatapnya kaget. “Siapa?”
“Enzo Mudparson. Wow, Shira. Baru kali ini aku melihatmu tertarik pada orang lain.”
Aku tak menjawabnya. Aku menatap pemuda itu, Enzo Mudparson. Mata kami bertemu dan aku bergidik. Sesaat aku bisa melihat tangannya berubah menjadi tampak seperti lumpur, dan tubuhku berubah transparan sejenak, tapi lalu kembali ke asal. Aku tetap memandanginya. Memandangi mata cokelat tuanya, rambutnya yang gelap, posturnya yang tinggi, dan merasakan tatapannya yang tajam. Aku tahu dia juga memandangiku, mengawasiku. Menatap mata kelabu pucatku yang selalu kubenci karena mengingatkanku dengan warnaku yang pucat saat berubah menjadi hantu, rambut panjangku yang berwarna cokelat kemerahan, tubuhku yang tingginya rata-rata, dan dia merasakan tatapanku mengawasinya dengan lekat. Masing-masing dari kami saling menatap dan tak melepaskan pandangan dari yang lain, seakan menantang yang lain untuk melepaskan pandangan. seakan ini starring contest.
“Shira?”
Aku masih memandangi anggota keluarga Mudparson itu.
“Shira! Hei, Shira Spirit!”
Aku mengalihkan pandang pada Mia kembali.
“Shira, kau…” kata Mia, wajahnya tampak syok. Aku mulai merasakan jantungku berdegup lebih cepat. Apa Mia melihat sosokku memudar dan menjadi transparan?
“... kau… aku belum pernah melihatmu tampak begitu bersemangat saat melihat laki-laki.”
Oh, rupanya rahasiaku belum terbongkar. Tunggu. Dia bilang bersemangat?
“Mia,” panggilku, “’bersemangat’?”
“Ck, Mia!” kata Sienna yang mendadak muncul di sebelahku. “Itu sih bukan bersemangat. Dia terlihat bergairah!”
“Ya, bergairah untuk… entahlah,” kat Jasminia yang juga muncul. “Kau tahu, Shira, matamu tadi… bukan hanya memancarkan gairah, tapi juga… kemarahan dan kebencian. Apa kau mengenal anak baru itu?”
“Tidak secara pribadi,” kataku. “Tapi aku tahu apa sebetulnya dia dan keluarganya.”
“Apa?” tanya Helen, mencampuri obrolan kami. “Bukan siapa?”
Aku tak menjawab. Aku melipat tangan di depan dada, megawasi Enzo Mudparson. Benar, Mudparson yang itu. Si manusia lumpur yang dikutuk Chiarra Spirit. Yang mengutuk keluarga Spirit menjadi hantu tiap siklus bulan mati.
Musuh bebuyutan keluarga Spirit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar