Senin, 31 Januari 2011

Navette D'étoffes Précieuses

Lune menatap kotak kecil di tangannya. Ia membuka kotak itu dan menatapnya lekat.
Perlahan muncul dua boneka kecil, laki-laki dan perempuan. Keduanya tampak
mengenakan pakaian untuk pesta dansa pada jaman abad ketujuh belas di Inggris, dan
mereka sedang berdansa. Terdengar alunan lagu, lembut dan manis. Lune
mendengarkannya baik-baik dan dengan segera menikmati lagu berirama waltz itu.

Dengan segera ia teringat cerita ibunya saat ia masih kecil. Suara ibunya segera
terngiang di telinganya. Ia segera menenggelamkan diri dalam cerita itu.

Segala detil dari cerita itu kini bermunculan di kepalanya. Ia tersenyum saat
mengingatnya.

Saat itu ia masih kecil, manja, selalu menempel pada ibunya. Ia teringat sore hari
saat ibunya pertama kali menceritakan cerita itu padanya.

“Mama!” panggil Lune sambil berlari ke pelukan ibunya.

“Oh, Lune, bulan kecil Mama,” kata ibunya dalam desahan sayang. “Ada apa? seharusnya
kau belajar saat ini.”

“Aku bosan, Mama. Aku ingin Mama menceritakan sesuatu padaku,” rengek Lune kecil.

Ibunya tersenyum. “Baiklah,” katanya, lalu menggandeng Lune kecil ke kamarnya. Di
sana ia memangku Lune kecil dan mengambil sebuah kotak musik kecil, kotak yang
dibawa Lune yang sekarang sambil mengenang masa kecilnya, dan membukanya.

Lune kecil melihat kedua boneka yang berputar dan berdansa diiringi lagu itu dengan
takjub.

“Mama, lihat!” katanya. “Putri dan pangeran!”

Ibunya tersenyum padanya. “Benar, Lune. Kau tahu ada cerita menarik di balik tarian
mereka ini?”

Lune kecil menatap ibunya. “Apakah cerita itu, Mama?”

Ibunya tersenyum dan mulai bercerita.

“Dahulu kala, di sebuah kerajaan besar yang makmur, hiduplah seorang putri yang
cantik dan manis,” ibunya memulai.

“Siapakah nama putri itu, Mama?” tanya Lune kecil.

“Putri itu bernama Luna,” jawab ibunya. “Tetapi walaupun Luna memiliki rumah yang
besar dan mewah, ia tidak merasa bahagia. Ia merasa kesepian. Tak ada laki-laki yang
mau menikahinya karena ayahnya, sang raja, takut kalau ada orang yang akan membawa
putrinya itu keluar dari istananya. Maka sang raja merahasiakan keberadaan Luna dari
semua orang.

“Luna tumbuh menjadi putri yang cantik dan manis dalam kesendiriannya. Ia selalu
menurut pada orangtuanya. Ia tak pernah pergi selangkahpun dari kastil tempatnya
tinggal. Ia hanya tahu dunia di luar kastil dari cerita para pelayan dan prajurit.
Ia tak mengerti apapun tentang dunia luar.”

“Menyedihkan,” komentar Lune kecil.

“Ya, memang menyedihkan,” tanggap ibunya. “Bahkan Luna sendiri juga merasa sedih.
Karena itu ia lalu memutuskan untuk pergi. Ia kabur dari istananya.”

“Benarkah?” tanya Lune kecil kaget.

“Iya,” jawab ibunya. “Ia keluar dari istana tanpa ada yang mengerti. Dengan segera
ia mencapai hutan, ia kelelahan. Di sana ia bertemu dengan seorang pemuda.”

“Siapa namanya?” tanya Lune kecil.

“Sola!” jawab ibuya sambil tertawa kecil.

“Sola?” tanya Lune kecil heran.

“Benar, Sola,” kata ibunya lagi. “Kemudian keduanya saling bercerita kenapa mereka
ada di dunia luar. Luna memutuskan untuk keluar dari istananya karena ia ingin
mencari kebahagiannya sendiri. Sedangkan Sola, yang juga putra bangsawan, memutuskan
untuk pergi dari rumahnya karena ingin mencari cinta. Ia tak ingin dijodohkan.”

“Dijodohkan?” tanya Lune kecil lagi.

“Benar,” kata ibunya. “Pada jaman dulu, perjodohan itu biasa. Nah, karena mereka
berdua sama-sama pergi dari rumah mereka, maka mereka memutuskan untuk pergi mencari
apa yang mereka cari bersama-sama. Mereka tahu, untuk itu mereka harus mencari Dewi
Kebahagiaan. Karena itulah mereka terus bergerak ke gunung di Utara, karena mereka
tahu gunung itu adalah tempat tinggal Sang Dewi. Perjalanan mereka berat dan
melelahkan, tapi mereka tetap bertahan karena mereka yakin Sang Dewi akan membantu
mereka.

“Selama perjalanan, mereka saling bahu-membahu dan menjadi teman seperjalanan yang
amat baik. Beberapa lama mereka berjalan, akhirnya mereka sampai di gunung tempat
Sang Dewi tinggal. Mereka menanyakan pada Sang Dewi bagaimana solusi dari semua
permasalahan mereka. Sang Dewi tidak mengatakan apapun dan malah tertawa. Luna dan
Sola yang kebingungan menanyakan pada Sang Dewi, kenapa ia tertawa. Sang Dewi
menjelaskan, solusi dari permasalahan mereka sebetulnya amat mudah. Sola harus
membahagiakan Luna dan Luna harus mencintai Sola. Semudah itu, sebab mereka sudah
ditakdirkan untuk bersama, namun tidak menyadari hal tersebut.

“Maka mereka pulang dan menyatakan kalau mereka bertunangan. Keluarga mereka
menyetujui keputusan itu, dan mereka hidup dengan bahagia.

“Lalu suatu malam, Sang Dewi datang pada mereka dan memberi mereka sebuah kotak yang
kalau dibuka ternyata berisi sepasang boneka yang bisa menari berputar-putar.”

“Kotak ini!” seru Lune kecil bersemangat.

“Ya,” ibunya setuju. “Sang Dewi berkata, putri itu adalah Luna dan pangerannya
adalah Sola. Mereka harus mengisi kotak itu dengan sebanyak mungkin rasa cinta
mereka satu sama lain agar hubungan mereka bisa lancar. Karena itulah kotak itu
menjadi kotak mereka yang paling berharga.”

Ibu Lune tersenyum lebar pada Lune kecil. “Sama seperti aku dan Ayah.”

Lune tersadar dari lamunannya saat gerakan kedua boneka itu terhenti.

“Eh? Kenapa? Rusak, ya?” kata Lune dengan sedikit panik.

“Apa sih…”

Lune berhenti bergerak. Tangan seorang pemuda menjulur dan mengambil kotak itu
darinya, lalu memperbaiki kotak itu sehingga kedua bonekanya kembali berputar.

“Tuh, sudah baik lagi.”

Lune tersenyum. “Terima kasih, Sola.”

Sola tersenyum balik. “Sama-sama.”

Kini, sama seperti Luna dalam cerita ibunya, Lune telah menemukan kotak barang-
barang dan perasaannya yang paling berharga.

Navette d'étoffes précieuses – kotak barang-barang berharga.

end
1.1.2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar