Minggu, 27 Maret 2011

Gara-gara Ucok

“Ini salah Ucok!”

Ria menendang batu dengan kesal. “Salah Ucok! Pokoknya salah Ucok! Ucok jelek!”

“Jangan jelek-jelekkin aku terus!” protes Ucok kesal. “Bukan mauku juga dapat bagian
uji nyali di kuburan begini.”

“Salah sendiri mengambil undiannya asal!” Ria menyalahkan Ucok balik.

“Eh, yang pertama nolak ngambil undian itu siapa?”

“Hus, stop!” Tata menyetop pertengkaran keduanya. “Kalian itu. Di kuburan malah
bertengkar. Sadar nggak kalau ini malam Jumat Kliwon? Didatatangi setan, baru kalian
tahu rasa.”

Mendengar kata-kata Tata, Ucok dan Ria cemberut kesal. Sayangnya ucapan Tata memang
benar. Mereka sendiri takut kalau nanti didatangi arwah penasaran. Apalagi mereka
memang di kuburan. Kalau nanti sampai didatangi setan betulan kan menakutkan.

Ria cemberut marah karena harus mengikuti uji nyali itu. Dalam hati ia terus
menyalahkan Ucok karena asal mengambil undian sehingga bisa mendapatkan giliran
pertama diuji nyali dan di daerah terangker kuburan itu.

Entah karena terlalu marah lalu menjadi tidak memperhatikan jalan atau apa, tanpa
sadar Ria terpisah dari Tata dan Ucok. Kebingungan, ia berusaha mencari teman-
temannya di kuburan angker itu, tapi yang ada dia malah tambah tersesat.

Ria yang ketakutan lalu berjongkok di dekat sebuah makam. “Coook, Taaa! Kok hilang
sih? Kalian di mana? Horor tahu, ini kan kuburaaan...” serunya setengah terisak.

“Adik, kenapa nangis?”

Ria menoleh ke atas dan hampir menjerit melihat sosok yang ada di dekatnya itu.
Rambutnya panjang, bajunya putih panjang, seperti Wewe Gombel. Tapi lalu terpikir
olehnya, itu mungkin hanya orang yang ditugasi untuk menakut-nakuti yang mengikuti
uji nyali.

“Saya kepisah dari teman-teman saya, Kak,” jawab Ria memelas. Wewe Gombel itu
tersenyum mendengar laporan memelasnya.

“Mau aku antar ke teman-temanmu?” tanya si Wewe ramah. Wajah Ria langsung berubah
cerah dan ia mengangguk penuh semangat.

“Nama kamu siapa?” tanya si Wewe.

“Ria, Kak,” jawab Ria.

“Ria... nama kakak Wewe.”

Kok Wewe? pikir Ria heran, tapi ia diam saja. Wewe mengantarnya ke arah gerbang
kuburan yang ternyata terletak tak jauh dari tempat Ria tadi tersesat. Ria tersenyum
senang dan berbalik untuk mengucapkan terima kasih pada Wewe, tapi ia sudah
menghilang.

“Kok hilang?” tanya Ria heran.

“Ria!”

Ria menoleh dan cemberut. “Tata, Ucok! Kok aku ditinggal?”

“Yah, siapa juga yang ninggal?” tanya Tata balik. “Orang tadi tahu-tahu sudah hilang
sendiri!”

“Terus tadi ngapain?” tanya Ucok penasaran.

“Ketemu sama petugas yang disuruh nakut-nakutin kita,” jawab Ria. “Katanya namanya
Wewe.”

“Hah?” Ucok mengerutkan kening. “Ri, nggak ada orang yang disuruh nakut-nakuti kita.
Kan kita cuma harus mengelilingi kuburan ini sekali lalu kembali ke vila.”

“Lho, terus yang tadi nganterin aku siapa?’ tanya Ria heran.

Wajah ketiganya pucat seketika. “Jangan-jangan tadi kamu dianter setan beneran,
Ri...” kata Tata dengan suara bergetar karena takut.

Tangis Ria meledak seketika. “Huaaaa... gara-gara Ucok, aku jadi ketemu setan...!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar