Rabu, 29 Desember 2010

CHAPTER 16: JASON’S TURN

Laurel petarung yang hebat.

Itulah kesimpulan yang bisa kuambil saatia mulai menyerangku. Dia cepat,
keseimbangannya bagus, serangannya kuat, lincah, dan senjatanya amat cocok
dengannya. Pedang apa itu? Sepertinya cutlass. Atau medieval? Gerakan Laurel terlalu
cepat. Aku bahkan tak sempat memastikan jenis pedangnya.

Aku menoleh ke belakang sejenak dan mendapati Argus masih terpaku di belakangku, tak
bisa bergera karena kesakitan dan ketakutan.

“Buat apa kau di sini?!” bentakku kesal. “Sana pergi! Cari tempat aman! Kau hanya
mengantar nyawa kalau tetap di sini!”

Argus tetap tak bergerak. Aku menangkis satu serangan Laurel dan menendangnya
menjauh. Tak ada waktu untuk kelemah-lembutan dan ramah-tamah di duel seperti ini.
Makin cepat ia menjauh, makin baik. Baik untuk konsentrasiku dan baik untuk
keselamatannya sendiri. Merasakan tendanganku itu, barulah Argus sadar, ia segera
berjalan mundur pelan-pelan.

Baguslah. Sekarang aku bisa fokus pada Laurel.

DUAK!

“ADOW!!!”

Aku menoleh ke belakang sambil mengusap-usap puncak kepalaku yang terasa sakit,
menatap Laurel penuh protes. “Itu sakit!”

Laurel, dengan tinju masih terkepal habis menjitak kepalaku keras, mendengus.
“Petarung macam apa kau ini, melupakan lawanmu sendiri? Hadapi aku sekarang. Jangan
meleng ke mana-mana lagi!”

Aku balik mendengus. “Jangan khawatir, aku tak akan melepaskan mata darimu. Bisa
kita lanjutkan?” tanyaku sambil mengubah tombakku menjadi toya. Hanya itu senjata
yang benar-benar cocok untukku.

Laurel tersenyum dan membuang pedangnya yang ternyata pedang medieval, lalu
mengambil tongkat pendek juga dari balik jaketnya, lalu mengubahnya menjadi double
stick. “Aku tak akan segan-segan lagi sekarang.”

Aku menyeringai. “Begitu pula denganku.”

Dengan segera kami tenggelam dalam pertarungan sengit. Ia menyerang, aku menangkis,
sekali toyaku berhasil ditariknya dan dia membawa dua senjata, tapi lalu aku merebut
double sticknya dan mengubahnya menjadi toya. Kemudian pertarungan itu berubah
menjadi tongkat lawan tongkat.

Aku hampir saja menang. Hampir. Dan tiba-tiba,

BOOM!!!!!!!!!!!!!!!!!

Secara otomatis aku dan Laurel menoleh ke sumber suara. Aku ternganga.

“Daphne!”

Tubuhnya hanya berupa siluet, tapi jelas itu Daph. Siluet itu bukanlah siluet biasa.
Siluet ini bukan bayangan melainkan cahaya. Cahaya biru keemasan, kuat dan
memancarkan energi menakjubkan. James terlempar ke belakang.

Tak lagi mempedulikan Laurel, aku berlari ke arah Daphne, membuang toyaku tak peduli.

Gyle menarikku. Aku melotot ke arahnya sambil berkata, “Apa?”

Cukup tak sopan, aku tahu. Apa lagi buat orang yang jauh lebih tua sepertinya. Tapi
aku terlalu mencemaskan Daphne… dan diriku sendiri. Orangtuaku bisa mencincangku
kalau dia sampai terluka.

“Saat ini tak ada yang bisa kaulakukan,” katanya. “Sebelumnya ada sesuatu yang harus
kuberi tahukan. Laurel bukanlah antagonis di sini. Dia hanya dimanfaatkan. Yang
sesungguhnya menginginkan kuasa atas waktu adalah… James.”

“Kau serius?”

“Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?”

“Tidak.”

Aku menatap Daphne lekat. “Apa yang sedang terjadi padanya?”

Gyle tampak ragu. “Dia…”

“Gyle, jawab aku!”

Gyle menelan ludah, tampak sedikit gugup. “Kepingan-Kepingan Waktu itu sedang
menyatu dengan dirinya. Di saat ketiga Kepingan Waktu ada dalam bahaya, secara
otomatis ia – mereka – akan menyatu dengan sesuatu yang menurut mereka bisa
melindungi mereka. Dan Daphne adalah orang yang menurut mereka bisa melindungi
mereka.”

“’Mereka’?” tanyaku bingung.

“Ya, ‘mereka’,” kata Gyle. “Kepingan Waktu adalah sesuatu yang bernyawa, hidup.
Mereka bisa memilih seseorang yang paling pantas untuk menjadi penjaga mereka. Saat
ini, penjaga mereka adalah Daphne. Mungkin Laurel tak akan mendapat gelar Penjaga
Waktu lagi karena kini Daphnelah yang menjaganya.”

Terdengar suara langkah kaki di belakangku. Aku menoleh. Laurel berdiri di sana,
menatap Gyle dengan tak percaya.

Gyle, menyadari keberadaan Laurel, menariknya hingga jatuh berbaring dan menahannya
di tanah.

“Apa yang kaulakukan?!” tanyaku kaget.

“Mencoba menghilangkan pengaruh James dari pikiran dan memorinya!” jawab Gyle.
Lagi-lagi tubuh Laurel diselubungi cahaya terang, sementara ia memekik-mekik dan
memberontak berusaha melepaskan diri dari pegangan Gyle.

Mendadak ia berhenti memberontak dan memekik. Cahaya yang menyelubunginya lenyap,
dan aku bisa melihatnya membelalakkan mata dengan tak percaya.

“Oh Tuhan,” bisiknya. “Apa yang sudah kulakukan?”

Gyle tersenyum lelah. “Kau sudah sadar sekarang?”

Laurel duduk tegak dan tampak berusaha mengingat-ingat kejadian-kejadian sebelumnya.
“James…” ia berbisik lemah. “Astaga. Aku bodoh.”

“Bukan salahmu,” kataku. “Kalaupun itu memang salahmu, tak ada yang bisa kaulakukan
selain memperbaikinya sekarang.”

“Kurasa begitu,” desah Laurel.

“Kau bisa membantuku sekarang?” tanyaku. “Daphne…”

Ia menoleh dan memandang Daphne lalu memekik. “Oh tidak!”

“Ada apa?” tanya Gyle. “Kepingan Waktu memang menyatu dengannya, tapi itu tidak
berbarti buruk, bukan?”

“Atau itu artinya buruk?” tanyaku waswas.

“Buruk,” jawab Laurel. “Buruk, buruk, amat buruk, amat sangat buruk, terlalu buruk…”

“Kenapa?” tanya Erato dari belakang Laurel tiba-tiba, membuatnya terlonjak. Aku
melirik ke belakang punggung Erato. Tampak Thalia dan Calypso sedang merawat
luka-luka Ares dan Theo yang sudah sadar. Luka memar buatanku. Sementara itu, Argus
dalam keadaan pingsan terbaring di dekat Thalia. Memar tampak di pelipisnya.

“Ada sesuatu pada Kepingan Waktu yang hanya diketahui Penjaga,” kata Laurel.

“Yaitu?”

“Saat ketiga Kepingan Waktu menyatu dan merasuk ke dalam tubuh orang yang mereka
anggap pelindung, segel waktu akan terlepas,” kata Laurel.

“Lalu?”

Laurel tampak memandangi Daphe dengan putus asa. “Kalau prosesnya berlangsung
seperti itu, ia bisa menyatu sepenuhnya dengan Kepingan Waktu – “

“Aku sudah tahu itu.”

“ – dan Kepingan Waktu itu akan memudar, menyatu dengan waktu, membawa Daphne
bersama mereka, itu berarti Daphne akan menghilang juga!”

Aku terbatuk. “’Menghilang’…?”

Laurel mengangguk.

Mendadak James muncul di sebelah Laurel. “Apa itu maksudnya? Kau tak pernah
mengatakannya padaku!”

“Aku memang sudah disumpah untuk tidak mengatakannya kecuali kalau itu terjadi,”
kata Laurel. “Aku minta maaf. Ini salahku.”

“Bukan salahmu,” ralat Gyle. “Salah kakakmu. Kalau dia tidak menyihirmu kau tak akan
melakukan hal seperti ini.”

James tampak tersinggung. “Hei – “

“Stop!” seruku memotong pertengkara mereka. ”Laurel, kau bilang ada dua kemungkinan.
Apa kemungkinan kedua?”

“Daphne menyatu seutuhnya dengan ketiga Kepingan Waktu,” kata Laurel, “prosesnya
berjalan tanpa gangguan. Bila beruntung, ketiga Kepingan Waktu akan tinggal dalam
tubuhnya dan tak akan memudar dengan membawanya pada ketiadaan sampai kematiannya.
Tapi kalau prosesnya terganggu… atau tak berjalan lancar… kemungkinan pertama sangat
mungkin terjadi.”

“Dan yang bisa memastikan kelancaran prosesnya?”

“Daphne sendiri,” bisik Laurel. “Kalau ia menolak, kemungkinan pertama terjadi.
Kalau menerima, kemungkinan kedua. Kepingan Waktu bukanlah benda mati. Ia – mereka –
hidup. Sehidup aku, sehidup kita semua. Ia – mereka – bisa memberikan pilihan pada
Daphne dan melakukan apapun kalau ia menolak. Semuanya tergantung pada Daphne
sendiri.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar